Jangan Selalu Menghindarkan Anak dari Kegagalan, Bu!

Rizki Adis Abeba | 13 Agustus 2019 | 15:45 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Setiap orang tua pasti punya naluri untuk selalu melindungi anak dan tidak ingin melihat anak mengalami kesulitan. Tidak bisa disalahkan. Namun ada sebagian orang tua yang terlalu melindungi anak, sampai berupaya menghindarkan anak dari kegagalan. Misalnya saat anak mengikuti perlombaan, orang tua tidak segan mengintervensi dan membantu anak agar anak keluar sebagai pemenang. Padahal, membantu anak agar tidak merasakan kegagalan ternyata akan menjadi petaka di kemudian hari, lo!

“Orang tua sering kali melihat kegagalan sebagai sumber rasa sakit bagi anak ketimbang kesempatan bagi anak untuk berkata, 'Aku bisa menghadapi ini, aku kuat,’” ungkap Madeline Levine, Ph.D., psikolog anak sekaligus penulis buku-buku pengasuhan anak dari Universitas Negeri New York, AS.

Merasakan kegagalan memang pengalaman yang tak enak. Anak mungkin akan merasa sangat buruk, rendah diri, kecewa, frustrasi, dan juga merasakan emosi-emosi negatif lainnya. Namun ingat, itu hanya sementara. Selanjutnya, pengalaman tak menyenangkan itu justru mendorong anak belajar banyak hal.

Kegagalan membuat anak mempelajari karakter yang mereka butuhkan untuk menjadi sukses, di antaranya kemampuan menghadapi hal di luar ekspektasi, mengendalikan emosi, berpikir kreatif, dan mampu berkolaborasi. Di samping itu, pernah gagal akan membuat anak lebih menghargai proses, belajar dari kesalahan, membangun kepercayaan diri, dan tidak mudah menyerah. Dengan selalu melindungi anak dan menghindarkan mereka dari kegagalan, otomatis anak tidak pernah berkesempatan mempelajari manfaat-manfat baik itu. Efeknya akan terasa ketika anak besar nanti.

Bukan Jaminan Masa Depan Cemerlang

Orang tua mungkin mengira, dengan membantu anak menjauh dari kegagalan, anak akan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dan itu bekal kesuksesan mereka kelak. Padahal menurut hasil ulasan terhadap 200 penelitian yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Psikologi untuk Kepentingan Umum, kepercayaan diri yang timbul karena tidak pernah merasakan kegagalan bukan jaminan performa baik pada pendidikan dan kesuksesan berkarier.

Penelitian juga menunjukkan, anak-anak yang selalu dilindungi dari kegagalan akan lebih mudah mengalami depresi dan cenderung tidak puas dengan kehidupan mereka saat dewasa. Anak-anak ini ibarat hidup di dalam lingkaran sendiri. Ketika mereka dewasa dan orang tua tidak lagi mendampingi, mereka baru menyadari kerasnya kehidupan. Karena terbiasa dilindungi, anak sulit menerima kenyataan ketika kehidupan terasa sulit dan tidak berjalan sesuai rencana.

Lewat kegagalan, anak akan belajar sebab akibat dan konsekuensi alami dari sebuah tindakan. Misalnya, jika tidak belajar maka akan gagal dalam ujian atau jika tidak rajin berlatih maka akan gagal memenangkan pertandingan. Dengan membiarkan anak merasakan pengalaman semacam itu sendiri, mereka akan belajar tentang pentingnya mengambil keputusan dan tindakan yang tepat untuk mendapatkan konsekuensi seperti yang diinginkan. Ketika orang tua menghalangi proses belajar ini dengan selalu menyelamatkan anak dari kegagalan, akan ada konsekuensi alami juga.

Lantas bagaimana orang tua harus bersikap ketika melihat anak gagal melakukan sesuatu? Orang tua tetap hadir untuk memberikan dukungan. Ketika anak tidak berhasil menjadi peserta tercepat yang mencapai garis akhir dalam perlombaan lari, berikan kekuatan moral. Cobalah katakan, “Kamu sudah melakukan yang terbaik, tetapi mungkin lawan-lawanmu lebih siap bertanding. Cobalah berlatih lebih giat, Ibu yakin kamu pasti bisa menjadi juara.”

Jangan lupa untuk menjadi contoh yang baik untuk anak. Saat anak mengikuti perlombaan 17 Agustus misalnya, tunjukkan sikap sportif, jangan panik dan kecewa ketika tidak menang, juga jangan menyalahkan orang lain, misalnya tanpa bukti mengatakan, “Ah, dia mencuri start!” Sampaikan pula pemahaman kepada anak, yang terpenting dari sebuah perlombaan adalah bersenang-senang dan menikmati waktu bersama teman-teman.

(riz)

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor: Rizki Adis Abeba
Berita Terkait